Hari itu, sambil menceduk lauk ikan keli bakar di Kafe setia murni, mata saya sempat mengerling skrin television yang memaparkan sambutan maulidur rasul yang di buat di dataran Merdeka tahun ini. saya lihat rakan-rakan cina yang berada di kafe itu turut tidak melepaskn peluang menonton acara gemilang tersebut.

Sungguh meriah! getus hati kecil saya. Namun entah kenapa hati saya berasa sungguh sunyi. Pada usia yang semakin dewasa ini, saya menghitung-hitung… apakah saya semakin dekat dengan baginda? Mencintai, menegakkan dan memperjuangkan sunahnya? Rasa benar-benar tidak layak. Rasa tidak tergamak memuji dan menyanjung Nabi Muhammad SAW dengan lidah dan hati yang berdosa.

betapa kita hanya mampu menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan jika memiliki tiga syarat - pertama, rasa harap kepada Allah. Kedua, rasa harapkan Hari Akhirat dan ketiga, bila hati mengingati Allah dengan banyak. Ini syarat yang dinyatakan secara jelas oleh surah yang sering dibacakan bila tiba musim maulid.“Untuk kita merasai perlunya Tuhan dan mengharapkan-Nya, terlebih dahulu kita mesti menginsafi kelemahan diri dan terasa kebesaran Ilahi.” “Umat ini juga mesti diajak dan dididik kembali meyakini akan adanya Hari Pembalasan sekali gus rindukan syurga dan takutkan neraka,” Pahrol Joi.

Oh.Alangkah jauhnya aku dari dari semua itu. Maka layakkah aku mengatakan aku mencintai Rasulullah s.a.w. sedang Allah Maha Mengetahui bahawa lidah ini tidak lebih dari berdusta hanya semata untuk halwa pendengaran manusia?